CSR dan Berbagi Kasih
CSR dan Berbagi Kasih
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/03/25/Editor/edit02.htm
Maria Nindita Radyati
Hampir semua perusahaan kini berusaha menjalankan bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat, terutama sejak disahkannya UU PT yang baru pada 2007, yang mewajibkan semua perusahaan melakukan kegiatan tangung-jawab sosial. Sebagian besar perusahaan masih melakukan CSR (corporate social responsibility) hanya sebatas filantrofi /kedermawanan. Hal ini terutama dipicu pemahaman mereka mengenai CSR masih sebatas itu. Padahal, melaksanakan CSR yang benar berarti perusahaan bertangung-jawab atas dampak yang dihasilkan oleh bisnisnya terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Selain itu, yang lebih penting adalah esensi bahwa CSR harus beyond compliance to law atau melampaui apa yang diwajibkan oleh peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang berlaku.
Pada hakikatnya CSR adalah bagaimana perusahaan berusaha berbagi kasih kepada sesama. Oleh sebab itu, arti dari kasih dalam konteks ini harus dirumuskan terlebih dahulu, yakni memperlakukan sesama kita seperti bagaimana kita ingin diperlakukan. Sekarang siapakah yang dimaksud dengan sesama kita? Maka sesama dalam konteks ini dapat disebut sebagai para stakeholders (pemangku kepentingan) yang dibedakan menjadi dua, yakni internal stakeholders dan external stakeholders. Internal stakeholders adalah karyawan dan seluruh anggota perusahaan, sedang external stakeholders adalah semua pihak yang berkepentingan dan terkena dampak dari usaha perusahaan. Contohnya, suplier, komunitas sekitar lokasi perusahaan berada, seluruh konsumen, pemerintah, dan para pesaing.
Jika perusahaan ingin menjalankan usaha yang sustain, atau berkelanjutan, maka tentunya perusahaan ingin agar seluruh karyawannya berdedikasi dan bekerja dengan loyalitas tinggi. Untuk itu, perusahaan harus mempunyai kebijakan sistem upah, jenjang karier, dan kesejahteraan karyawan yang baik.
Jika perusahaan ingin agar produknya terus-menerus dibeli oleh konsumen, maka sebaiknya kegiatan pemasaran maupun iklan-iklannya tidak merugikan pihak-pihak tertentu dan tidak mengeskploitasi anak maupun gender. Produknya juga harus aman bagi kesehatan, misalnya, tidak mengandung bahan kimia terlarang dan bebas dari segala jamur.
Ketersediaan bahan baku juga penting bagi keberlangsungan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan harus mempersiapkan cadangan bahan bakunya, misalnya, dengan menanam kembali pohon yang sudah ditebang untuk bahan produksi. Contoh lain, perusahaan harus mereproduksi kembali bahan mentah yang dipergunakan, misalnya, dengan mengajarkan petani untuk menanam kedelai agar tidak bergantung pada impor kedelai. Dengan ini dapat ditingkatkan ekonomi masyarakat dan memampukan mereka untuk menjadi pemasok bahan baku dan memberikan pengetahuan tentang cara bertani yang benar.
Sampah dari kegiatan produksi harus didaur ulang untuk menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu, produk-produk yang sudah habis masa ekonomisnya, atau bekas pakai, sebaiknya dapat diproses ulang oleh perusahaan agar dapat dipergunakan sebagai bahan baku lagi. Hasil penelitian banyak menunjukkan bahwa biaya mendaur ulang produk bekas untuk menjadi bahan baku lebih rendah dibandingkan dengan membuat bahan baku dari komponen-komponen bahan mentah.
Izin Operasi
Untuk meperoleh izin beroperasi di suatu daerah, misalnya, melakukan eksplorasi sumber daya alam, perusahaan harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasinya. Mereka harus mampu menilai apa kebutuhan masyarakat sekitar, sehingga usaha CSR yang dilakukan tepat sasaran, dengan tujuan utama memampukan masyarakat untuk hidup mandiri secara ekonomi meski jika perusahaan sudah habis masa operasinya di daerah tersebut. Akan sangat menyedihkan jika perusahaan dapat menduduki peringkat lima teratas di dunia sebagai penghasil keuntungan terbesar, tetapi masyarakat sekitar perusahaan sangat miskin.
Jadi, CSR bukan sekadar kegiatan public relations atau humas. CSR merupakan keputusan strategis yang harus dibuat oleh semua pihak dalam perusahaan. Mulai dari bagian produksi, keuangan, akutansi, pemasaran, sampai dengan sumber daya manusia. Dari pemilihan bahan baku sampai dengan pengolahan limbah harus didesain untuk tidak merusak lingkungan hidup, karena lingkungan yang sehat dan potensial untuk sumber bahan baku penting bagi generasi yang akan datang.
Pemilik perusahaan dan atau CEO harus mempunyai kesadaran akan arti sesungguhnya CSR. Jika mereka yang punya posisi penting dalam struktur organisasi perusahaan sudah memahami betul esensi CSR maka komitmen mereka akan terwujud dalam bentuk alokasi dana untuk kegiatan CSR.
Melalui kegiatan CSR perusahaan peduli terhadap lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Dimulai dari diri sendiri yang peduli terhadap lingkungan, maka masing-masing individu dapat menjalanakan individu social responsibility. Semangat untuk melaksanakan tanggung jawab sosial harus dimulai dari individu pemilik perusahaan atau siapapun yang ingin menjadi change agent (agen perubahan) di tempatnya berkarya.
Dalam skala besar, perusahaan yang melalui kegiatan CSR berusaha memperlakukan sesama seperti "diri"-nya ingin diperlakukan, berarti perusahaan telah menjadikan CSR sebagai sarana berbagi kasih, tetapi bukan sekadar berbagi "tanda kasih".
Penulis adalah Program Director CECT-Usakti dan Koordinator Program MM-CSR di Universitas Trisakti