Postingan

Social Entrepreneurship Visit to UK

Gambar
In 20 th of July 2010 with the support from the British Council, I participated in a Summer Course about Social Entrepreneurship held by Sheffield Hallam University in Sheffield, UK, led by Dr. Riddley Duff (Dr. Rory). I also had the chance to visit SUMA with Cliff Southcombe, the Managing Director of Social Enterprise Europe. SUMA is a worker cooperative in Halifax, Elland. Discussions in the Summer Course  In the discussion it was found that roles of Third Sector Organizations (TSOs) are considered very imperative in making contribution to the development of social entrepreneurship in UK. This is due to the fact that social enterprise is categorized as TSO. In UK, Cooperative is also classified as social enterprise. Third sector is the sector that consists of organizations that operate based on nonprofit motives but aimed predominantly for shared benefit and on voluntary basis. The non-governmen

CSR Bukan Sekadar Promosi

CSR Buk an Sekadar Promosi Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0609/01/teropong/2921326.htm Kisah sukses bisnis produsen kosmetik The Body Shop tak lain adalah kisah sukses entitas bisnis untuk membangun kepercayaan publik melalui implementasi tanggung jawab sosial perusahaan. Didirikan tahun 1976 di Inggris, The Body Shop kini melayani lebih dari 77 juta pelanggan di 55 negara. Survei yang dilakukan Booth-Harris Trust Monitor (2001) menunjukkan mayoritas konsumen akan meninggalkan suatu produk yang mempunyai citra buruk atau diberitakan negatif. Pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) berupa kegiatan filantropi dan pengembangan komunitas, umumnya dikemas untuk mengupayakan citra positif alias promosi. Lebih jauh dari sekadar promosi, semakin berkembang pula pandangan bahwa keunggulan bersaing bisa dihasilkan dengan memadukan berbagai pertimbangan sosial dan lingkungan dalam strategi bisnis. Philip Kotler dan Nancy Kotler dalam Corporat

CSR directive to favor firms

CSR directive to favor firms The Jakarta Post , Jakarta | Thu, 12/10/2009 1:19 PM | Business A planned regulation on CSR is likely to side with businesses, with the government’s earlier intention to cap minimum CSR funding and manage its implementation being wiped from the draft. Maria Radyati, a lecturer from Trisakti University who is also a member of a team drafting an implementing regulation for Article 74 of the 2007 Corporate Law, on Wednesday said there would not be a cap on the minimum corporate social responsibility (CSR) allocations of companies since “this would be disastrous.” “When the law was enacted, companies already had unscrupulous people standing on their doorsteps, citing the law and asking for CSR funding. “If the implementing regulations were to mention a figure or a percentage for CSR funding, these people would have even more power to do those things,” Maria said Wednesday during a telephone interview. The law stipul

CSR BERTANGGUNGJAWAB ATAS DAMPAK EKONOMI DAN SOSIAL

Wednesday, 16 December 2009 10:47 http://news.id.finroll.com/ekonomi/ekonomiakeuangan/189344-crs-bertanggungjawab-atas-dampak-ekonomi-dan-sosial.html Sorowako, Sulsel, 16/12 (Antara/FINROLL News) - CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan keputusan strategis yang menyeluruh dan bertanggung jawab atas dampak ekonomi maupun sosial yang ditimbulkan perusahaan kepada para pemangku kepentingannya (stakeholders). Baik itu internal maupun eksternal beserta lingkungan tempat perusahaan atau organisasi tersebut berada, kata instruktur CRS dari Universitas Trisaksi Jakarta, Maria R. Nindita Radyati, Phd (Cand) yang sedang melakukan pelatihan CRS di Perusahaan tambang nikel PT Inco di Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Rabu. Di Indonesia saat ini, pemahaman atas tanggung jawab sosial (CSR) pada umumnya masih sebatas "charity, philanthropy dan community development (comdev)". Bahkan di banyak perusahaan k

CSR dan Berbagi Kasih

CSR dan Berbagi Kasih http://www.suarapembaruan.com/News/2008/03/25/Editor/edit02.htm Maria Nindita Radyati Hampir semua perusahaan kini berusaha menjalankan bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat, terutama sejak disahkannya UU PT yang baru pada 2007, yang mewajibkan semua perusahaan melakukan kegiatan tangung-jawab sosial. Sebagian besar perusahaan masih melakukan CSR ( corporate social responsibility ) hanya sebatas filantrofi /kedermawanan. Hal ini terutama dipicu pemahaman mereka mengenai CSR masih sebatas itu. Padahal, melaksanakan CSR yang benar berarti perusahaan bertangung-jawab atas dampak yang dihasilkan oleh bisnisnya terhadap aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Selain itu, yang lebih penting adalah esensi bahwa CSR harus beyond compliance to law atau melampaui apa yang diwajibkan oleh peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang berlaku. Pada hakikatnya CSR adalah bagaimana perusahaan berusaha berbagi kasih kepada sesama. Oleh sebab itu,